Sabtu, 06 November 2010
Kamis, 04 November 2010
Gambar-gambar keren .....MONSTER HUNTER ....
Cara belajar menggunakan phtoshop .....video tutorial
Semoga video ini dapat berguna bagi pemula photoshop.....
ETIKA BISNIS DAN TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN (CSR)
ETIKA BISNIS
I. PENDAHULUAN
Etika dan integritas merupakan suatu keinginan yang murni dalam membantu orang lain. Kejujuran yang ekstrim, kemampuan untuk mengenalisis batas-batas kompetisi seseorang, kemampuan untuk mengakui kesalahan dan belajar dari kegagalan.
Kompetisi inilah yang harus memanas belakangan ini. Kata itu mengisyaratkan sebuah konsep bahwa mereka yang berhasil adalah yang mahir menghancurkan musuh-musuhnya. Banyak yang mengatakan kompetisi lambang ketamakan. Padahal, perdagangan dunia yang lebih bebas dimasa mendatang justru mempromosikan kompetisi yang juga lebih bebas.
Lewat ilmu kompetisi kita dapat merenungkan, membayangkan eksportir kita yang ditantang untuk terjun ke arena baru yaitu pasar bebas dimasa mendatang. Kemampuan berkompetisi seharusnya sama sekali tidak ditentukan oleh ukuran besar kecilnya sebuah perusahaan. Inilah yang sering dikonsepkan berbeda oleh penguasa kita.
Jika kita ingin mencapai target ditahun 2000, sudah saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan atas.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain yaitu pengendalian diri, pengembangan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan tanggung jawab sosial, mempertahankan jati diri, menciptakan persaingan yang sehat, menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan, menghindari sikap 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) mampu mengatakan yang benar itu benar, dll.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis, serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu dapat dikurangi, serta kita optimis salah satu kendala dalam menghadapi era globalisasi pada tahun 2000 an dapat diatasi.
II. MORAL DAN EKTIKA DALAM DUNIA BISNIS
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun 2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity) dan keuntungan (profit). Kadang kala untuk mendapatkan kesempatan dan keuntungan tadi, memaksa orang untuk menghalalkan segala cara mengindahkan ada pihak yang dirugikan atau tidak.
Dengan kondisi seperti ini, pelaku bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika bisnis kita.
Jika kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling menguntungkan.
Moral dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini dibicarakan?
Isu yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD 1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan pernah terwujud.
Moral lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule) yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b. Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.
Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Mengapa ?
Dunia bisnis, yang tidak ada menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara nasional bahkan internasional. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain agar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya etika moral dan etika, jelas apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, jelas untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain ialah
1. Pengendalian diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait mampu mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang "etis".
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan persaingan yang sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan menggunakan "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan "kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta memberikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah agar pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan "gugur" satu semi satu.
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
Jika etika ini telah memiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini.
Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi, serta optimis salah satu kendala dalam menghadapi tahun 2000 dapat diatasi.
III. DUNIA BISNIS
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh? Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi. Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena peranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang.
Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni menyebabkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
CSR
TANGGUNG jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility) kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.
Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).
Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan.
Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.
Banyak perusahaan yang hanya membagikan sembako atau melakukan sunatan massal setahun sekali telah merasa melakukan CSR. Tidak sedikit perusahaan yang menjalankan CSR berdasarkan copy-paste design atau sekadar “menghabiskan” anggaran. Karena aspirasi dan kebutuhan masyarakat kurang diperhatikan, beberapa program CSR di satu wilayah menjadi seragam dan seringkali tumpang tindih.
Walhasil, alih-alih memberdayakan masyarakat, CSR malah berubah menjadi Candu (menimbulkan kebergantungan pada masyarakat), Sandera (menjadi alat masyarakat memeras perusahaan), dan Racun (merusak perusahaan dan masyarakat).
Sejarah singkat
Pengertian CSR sangat beragam. Intinya, CSR adalah operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, tetapi untuk pembangunan sosial-ekonomi kawasan secara holistik, melembaga, dan berkelanjutan. Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan dan bahkan sering diidentikkan dengan CSR adalah corporate giving, corporate philanthropy, corporate community relations, dan community development.
Ditinjau dari motivasinya, keempat nama itu bisa dimaknai sebagai dimensi atau pendekatan CSR. Jika corporate giving bermotif amal atau charity, corporate philanthropy bermotif kemanusiaan dan corporate community relations bernapaskan tebar pesona, community development lebih bernuansa pemberdayaan.
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals with Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) karya John Elkington.
Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P (profit, planet, dan people). Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Di Indonesia, istilah CSR semakin populer digunakan sejak tahun 1990-an. Beberapa perusahaan sebenarnya telah lama melakukan CSA (corporate social activity) atau aktivitas sosial perusahaan. Walaupun tidak menamainya sebagai CSR, secara faktual aksinya mendekati konsep CSR yang merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan.
Melalui konsep investasi sosial perusahaan seat belt, sejak tahun 2003 Departemen Sosial tercatat sebagai lembaga pemerintah yang aktif dalam mengembangkan konsep CSR dan melakukan advokasi kepada berbagai perusahaan nasional. Kepedulian sosial perusahaan terutama didasari alasan bahwasannya kegiatan perusahaan membawa dampak (baik maupun buruk) bagi kondisi lingkungan dan sosial-ekonomi masyarakat, khususnya di sekitar perusahaan beroperasi.
Selain itu, pemilik perusahaan sejatinya bukan hanya shareholders atau para pemegang saham, melainkan pula stakeholders, yakni pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders dapat mencakup karyawan dan keluarganya, pelanggan, pemasok, masyarakat sekitar perusahaan, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan pemerintah selaku regulator. Jenis dan prioritas stakeholders relatif berbeda antara satu perusahaan dan lainnya, bergantung pada core bisnis perusahaan yang bersangkutan (Supomo, 2004).
Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.
Bias-bias CSR
Berdasarkan pengamatan terhadap praktik CSR selama ini, tidak semua perusahaan mampu menjalankan CSR sesuai filosofi dan konsep CSR yang sejati. Tidak sedikit perusahaan yang terjebak oleh bias-bias CSR berikut ini.
Pertama, kamuflase. CSR yang dilakukan perusahaan tidak didasari oleh komitmen genuine, tetapi hanya untuk menutupi praktik bisnis yang memunculkan ethical questions. Bagi perusahaan seperti ini, CD bukan kepanjangan dari community development, melainkan “celana dalam” yang berfungsi menutupi “aurat” perusahaan. McDonald`s Corporation di AS dan pabrik sepatu Nike di Asia dan Afrika pernah tersandung kasus yang berkaitan dengan unnecessary cruelty to animals dan mempekerjakan anak di bawah umur.
Kedua, generik. Program CSR terlalu umum dan kurang fokus karena dikembangkan berdasarkan template atau program CSR yang telah dilakukan pihak lain. Perusahaan yang impulsif dan pelit biasanya malas melakukan inovasi dan cenderung melakukan copy-paste (kadang dengan sedikit modifikasi) terhadap model CSR yang dianggap mudah dan menguntungkan perusahaan.
Ketiga, directive. Kebijakan dan program CSR dirumuskan secara top-down dan hanya berdasarkan misi dan kepentingan perusahaan (shareholders) semata. Program CSR tidak partisipatif sesuai prinsip stakeholders engagement yang benar.
Keempat, lip service. CSR tidak menjadi bagian dari strategi dan kebijakan perusahaan. Biasanya, program CSR tidak didahului oleh needs assessment dan hanya diberikan berdasarkan belas kasihan (karitatif). Laporan tahunan CSR yang dibuat Enron dan British American Tobacco (BAT), misalnya, pernah menjadi sasaran kritik sebagai hanya lip service belaka.
Kelima, kiss and run. Program CSR bersifat ad hoc dan tidak berkelanjutan. Masyarakat diberi “ciuman” berupa barang, pelayanan atau pelatihan, lantas ditinggalkan begitu saja. Program yang dikembangkan umumnya bersifat myopic, berjangka pendek, dan tidak memerhatikan makna pemberdayaan dan investasi sosial. CSR sekadar “menanam jagung”, bukan “menanam jati”.
CSR yang baik
CSR yang baik (good CSR) memadukan empat prinsip good corporate governance, yakni fairness, transparency, accountability, dan responsibility, secara harmonis. Ada perbedaan mendasar di antara keempat prinsip tersebut (Supomo, 2004). Tiga prinsip pertama cenderung bersifat shareholders-driven karena lebih memerhatikan kepentingan pemegang saham perusahaan.
Sebagai contoh, fairness bisa berupa perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas; transparency menunjuk pada penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu; sedangkan accountability diwujudkan dalam bentuk fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi yang harus dipertanggung jawabkan.
Sementara itu, prinsip responsibility lebih mencerminkan stakeholders-driven karena lebih mengutamakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Stakeholders perusahaan bisa mencakup karyawan beserta keluarganya, pelanggan, pemasok, komunitas setempat, dan masyarakat luas, termasuk pemerintah selaku regulator. Di sini, perusahaan bukan saja dituntut mampu menciptakan nilai tambah (value added) produk dan jasa bagi stakeholders perusahaan, melainkan pula harus sanggup memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya itu (Supomo, 2004).
Namun demikian, prinsip good corporate governance jangan diartikan secara sempit. Artinya, tidak sekadar mengedepankan kredo beneficience (do good principle), melainkan pula nonmaleficience (do no-harm principle) (Nugroho, 2006).
Perusahaan yang hanya mengedepankan benificience cenderung merasa telah melakukan CSR dengan baik. Misalnya, karena telah memberikan beasiswa atau sunatan massal gratis. Padahal, tanpa sadar dan pada saat yang sama, perusahaan tersebut telah membuat masyarakat semakin bodoh dan berperilaku konsumtif, umpamanya, dengan iklan dan produknya yang melanggar nonmaleficience.
IV. PENUTUP
Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil industri dipasar internasional. Ini bisa terjadi sikap para pengusaha kita.
Lebih parah lagi bila pengusaha Indonesia menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak pengikat itu.
Kecenderungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis membuat keprihatinan banyak pihak. Pengabaian etika bisnis dirasakan akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan negara.
pelaksanaan CSR yang baik dan benar sesuai dengan aturan hukum yang berlaku akan berimplikasi pada iklim penanaman modal yang kondusif. Untuk bisa mewujudkan CSR setiap pelaku usaha (investor) baik dalam maupun asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI wajib melaksanakan aturan dan tunduk kepada hukum yang berlaku di Indonesia, sebaliknya pemerintah sebagai regulator wajib dan secara konsisten menerapkan aturan dan sanksi apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang tidak melaksanakan CSR sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku.
Minggu, 31 Oktober 2010
HOW TO BUILD A SCALABLE VPN SOLUTION
Intisari: Menerapkan virtual private network (VPN) bahwa Anda tidak perlu "rip dan re-do" sebagai perusahaan Anda berkembang membutuhkan perencanaan beberapa. Artikel ini mengambil melihat dua aspek penting dari perencanaan VPN: skalabilitas protokol dan software vs solusi alat.
Perusahaan Anda telah tumbuh ke titik di mana Anda memiliki karyawan bekerja dari rumah, eksekutif dan orang penjualan yang bekerja sementara mereka di jalan, dan mitra kolaboratif yang bekerja dengan Anda untuk mengembangkan atau menyediakan produk dan jasa. Semua orang ini memerlukan cara untuk aman mengakses sumber daya di jaringan Anda dari luar lokasi.
Lama dial-in server akses remote hanya tidak dipotong lagi, Anda tidak ingin terus menambahkan modem untuk mengakomodasi kebutuhan meningkat, dan biaya jarak jauh yang meningkat.
Anda tahu bahwa Anda perlu untuk mengimplementasikan virtual private network (VPN) solusi, tapi kau bingung dengan semua pilihan. Jika Anda mengatur Windows server VPN, membeli alat khusus atau VPN menggunakan solusi VPN firewall terintegrasi? Yang tunneling protocol (s) harus anda gunakan? Anda VPN kebutuhan masih relatif ringan, tetapi perusahaan tersebut berkembang pesat, dan Anda tidak mau harus "rip dan re-do" dalam beberapa tahun, sehingga skalabilitas merupakan faktor penting.
Berikut adalah melihat bagaimana Anda bisa membangun solusi VPN hemat biaya yang telah skalabilitas dibangun dari awal.
Protokol skalabilitas pertimbangan
VPN adalah terowongan yang aman melalui internet yang dibuat melalui koneksi antara komputer pengguna individu (VPN akses remote) atau situs terpencil seperti kantor cabang (situs-to-site VPN) dan server VPN pada jaringan korporat . Ada beberapa protokol tunneling yang berbeda yang dapat digunakan untuk membuat VPN atau koneksi VPN-suka. Yang paling umum adalah:
* Point to Point Tunneling Protocol (PPTP)
* Layer 2 Tunneling Protocol (L2TP)
* Internet Protocol Security (IPSec) terowongan modus
* Secure Socket Layer (SSL)
Beberapa solusi VPN mendukung lebih dari satu protokol ini, yang lainnya lebih terbatas. Skalabilitas kebutuhan akan mempengaruhi yang protokol tunneling yang paling tepat. pengguna mengakses Remote harus memiliki perangkat lunak klien yang tepat untuk mendukung protokol yang Anda pilih. Untuk VPN situs-untuk-situs, gateway VPN pada setiap akhir harus mendukung protokol umum.
PPTP
PPTP dikembangkan oleh Microsoft dan hampir semua sistem operasi Windows telah dibangun di perangkat lunak klien PPTP. Ada juga klien PPTP tersedia untuk Linux / UNIX dan sistem operasi Macintosh. Hal ini membuat PPTP pilihan protokol yang baik untuk VPN remote akses dalam hal skalabilitas. Namun, tidak dianggap aman seperti beberapa protokol tunneling lainnya. Metode enkripsi PPTP, Microsoft Point-to-Point Encryption (MPPE) tidak berbasis sertifikat. Hal ini didukung oleh firewall Microsoft ISA Server, Cisco PIX dan beberapa model WatchGuard. Namun, karena tidak didukung oleh firewall lain / terpadu VPN produk (seperti Check Point dan beberapa model WatchGuard dan peralatan Netscreen), mungkin tidak menawarkan skalabilitas yang Anda butuhkan untuk VPN situs-untuk-situs di mana produk-produk yang digunakan di gateway remote.
L2TP
L2TP dikembangkan sebagai upaya bersama antara Microsoft dan Cisco dan fitur gabungan PPTP dan Cisco Layer 2 Forwarding (L2F) protokol. Menggunakan IPSec untuk enkripsi, menyediakan keamanan yang kuat bahwa - tidak seperti PPTP - termasuk otentikasi berbasis sertifikat dan integritas data serta kerahasiaan data. Klien L2TP dibangun ke dalam Microsoft Windows 2000, XP dan Server 2003 sistem operasi. Perangkat lunak klien dapat didownload gratis dan diinstal pada Windows 98, Me dan NT 4.0 komputer. Software seperti OpenL2TP dapat digunakan untuk klien Linux. Macintosh OS X 10.3 (Panther) meliputi L2TP/IPSec klien VPN. L2TP juga didukung oleh Check Point, Cisco PIX dan firewall WatchGuard / terpadu VPN produk dan Microsoft ISA Server, sehingga mudah untuk membuat situs-untuk VPN-situs.
IPSec
Selain melakukan enkripsi untuk koneksi L2TP, IPSec dapat digunakan dalam mode tunnel untuk menciptakan koneksi. IPSec VPN secara luas didukung oleh firewall / VPN terintegrasi peralatan. Ini adalah satu-satunya protokol tunneling didukung oleh semua vendor firewall utama (Microsoft ISA Server, Check Point, Cisco PIX, Netscreen, SonicWall, WatchGuard dan Symantec). Hal ini membuatnya sangat scalable untuk VPN situs-to-site.
SSL
Protokol VPN yang paling scalable semua dapat menjadi satu yang tidak, tegasnya, solusi VPN penuh. Itu SSL, yang disebut "clientless" solusi yang benar-benar menggunakan browser Web sebagai klien dan merupakan solusi yang sangat baik jika pengguna hanya membutuhkan akses ke server Web-enabled. Karena hampir setiap komputer memiliki Web browser yang mendukung SSL, Anda dapat memberikan akses sebagai klien yang Anda butuhkan, menggunakan sistem operasi apapun, tanpa biaya atau kesulitan menginstal perangkat lunak klien.
VPN Server Software vs Appliance
Windows 2000 Server dan Windows Server 2003 telah dibangun di fungsi server VPN. firewall Software seperti Microsoft ISA Server, Check Point dan Symantec Enterprise Firewall juga termasuk dibangun pada fungsionalitas VPN gateway. Atau, Anda dapat membeli alat khusus atau konsentrator VPN VPN seperti dari Cisco, Shiva, Citrix, AEP Networks, Evidian (TrustWay). Kebanyakan firewall peralatan, seperti dari Cisco, SonicWall, WatchGuard, Netscreen, Nokia (berdasarkan Check Point) dan lain menyediakan beberapa jenis fungsi gateway VPN.
Yang merupakan solusi yang lebih terukur? Sedangkan peralatan turn-key mungkin lebih mudah untuk mengatur dan menyebarkan, mereka juga sering kali lebih terbatas dalam jumlah koneksi mereka mendukung, dan lebih sulit untuk meng-upgrade hardware untuk mengakomodasi lebih banyak pengguna.
Dengan server VPN berjalan pada jaringan OS reguler di kotak server standar, Anda dapat dengan mudah menambah RAM, upgrade prosesor, upgrade kartu antarmuka jaringan, dan sebaliknya meningkatkan kemampuan perangkat keras tanpa membeli kotak baru.
Di sisi lain, seperti yang Anda skala atas, Anda juga mungkin ingin mempertimbangkan skala keluar, mendistribusikan Anda layanan VPN di beberapa server atau peralatan. Pengguna dapat terhubung ke server yang spesifik berdasarkan lokasi geografis atau kebutuhan akses. Ini memberikan toleransi kesalahan dan failover jika salah satu kotak VPN down; pengguna ditugaskan untuk kotak yang hanya dapat terhubung ke lain. Bahkan, Anda dapat mengatur infrastruktur sehingga hal ini terjadi secara otomatis, jika sambungan ke koneksi VPN primer gagal, klien secara otomatis terhubung ke sebuah kotak VPN alternatif. solusi pihak ketiga yang tersedia yang membuat proses ini benar-benar transparan, sehingga pengguna tidak pernah melihat melepas / kembali.
Menilai kebutuhan Anda
Pilihan terbaik untuk solusi VPN akan tergantung pada model bisnis Anda dan bagaimana Anda mengharapkan perusahaan untuk berkembang di masa depan. Jika Anda mengantisipasi fasilitas perusahaan besar terletak di salah satu atau beberapa wilayah geografis, Anda akan ingin pergi dengan solusi high-end yang dapat mendukung throughput cepat dan sejumlah besar pengguna, dan Anda akan ingin mereka dengan mudah diintegrasikan dengan firewall anda, server otentikasi, router, dan komponen lainnya. Jika bisnis Anda akan mengikuti jalur yang lebih terdistribusi, dengan kantor cabang banyak, Anda akan perlu beberapa kotak VPN, tetapi mereka akan harus kompatibel satu sama lain untuk diterapkan untuk situs-situs dan Anda juga akan ingin mempertahankan terpusat manajemen. Jika Anda mengantisipasi telecommuters banyak dan pengguna bepergian (akses jarak jauh), Anda akan ingin klien dan upgrade kompatibilitas dengan meningkatnya jumlah pengguna akses remote.
Seperti biasa, langkah pertama dalam memastikan bahwa skala VPN solusi Anda dengan bisnis Anda adalah perencanaan, dan dengan mempertimbangkan struktur bisnis yang diantisipasi dan kebutuhan Anda serta mereka Anda menangani sekarang.
Perusahaan Anda telah tumbuh ke titik di mana Anda memiliki karyawan bekerja dari rumah, eksekutif dan orang penjualan yang bekerja sementara mereka di jalan, dan mitra kolaboratif yang bekerja dengan Anda untuk mengembangkan atau menyediakan produk dan jasa. Semua orang ini memerlukan cara untuk aman mengakses sumber daya di jaringan Anda dari luar lokasi.
Lama dial-in server akses remote hanya tidak dipotong lagi, Anda tidak ingin terus menambahkan modem untuk mengakomodasi kebutuhan meningkat, dan biaya jarak jauh yang meningkat.
Anda tahu bahwa Anda perlu untuk mengimplementasikan virtual private network (VPN) solusi, tapi kau bingung dengan semua pilihan. Jika Anda mengatur Windows server VPN, membeli alat khusus atau VPN menggunakan solusi VPN firewall terintegrasi? Yang tunneling protocol (s) harus anda gunakan? Anda VPN kebutuhan masih relatif ringan, tetapi perusahaan tersebut berkembang pesat, dan Anda tidak mau harus "rip dan re-do" dalam beberapa tahun, sehingga skalabilitas merupakan faktor penting.
Berikut adalah melihat bagaimana Anda bisa membangun solusi VPN hemat biaya yang telah skalabilitas dibangun dari awal.
Protokol skalabilitas pertimbangan
VPN adalah terowongan yang aman melalui internet yang dibuat melalui koneksi antara komputer pengguna individu (VPN akses remote) atau situs terpencil seperti kantor cabang (situs-to-site VPN) dan server VPN pada jaringan korporat . Ada beberapa protokol tunneling yang berbeda yang dapat digunakan untuk membuat VPN atau koneksi VPN-suka. Yang paling umum adalah:
* Point to Point Tunneling Protocol (PPTP)
* Layer 2 Tunneling Protocol (L2TP)
* Internet Protocol Security (IPSec) terowongan modus
* Secure Socket Layer (SSL)
Beberapa solusi VPN mendukung lebih dari satu protokol ini, yang lainnya lebih terbatas. Skalabilitas kebutuhan akan mempengaruhi yang protokol tunneling yang paling tepat. pengguna mengakses Remote harus memiliki perangkat lunak klien yang tepat untuk mendukung protokol yang Anda pilih. Untuk VPN situs-untuk-situs, gateway VPN pada setiap akhir harus mendukung protokol umum.
PPTP
PPTP dikembangkan oleh Microsoft dan hampir semua sistem operasi Windows telah dibangun di perangkat lunak klien PPTP. Ada juga klien PPTP tersedia untuk Linux / UNIX dan sistem operasi Macintosh. Hal ini membuat PPTP pilihan protokol yang baik untuk VPN remote akses dalam hal skalabilitas. Namun, tidak dianggap aman seperti beberapa protokol tunneling lainnya. Metode enkripsi PPTP, Microsoft Point-to-Point Encryption (MPPE) tidak berbasis sertifikat. Hal ini didukung oleh firewall Microsoft ISA Server, Cisco PIX dan beberapa model WatchGuard. Namun, karena tidak didukung oleh firewall lain / terpadu VPN produk (seperti Check Point dan beberapa model WatchGuard dan peralatan Netscreen), mungkin tidak menawarkan skalabilitas yang Anda butuhkan untuk VPN situs-untuk-situs di mana produk-produk yang digunakan di gateway remote.
L2TP
L2TP dikembangkan sebagai upaya bersama antara Microsoft dan Cisco dan fitur gabungan PPTP dan Cisco Layer 2 Forwarding (L2F) protokol. Menggunakan IPSec untuk enkripsi, menyediakan keamanan yang kuat bahwa - tidak seperti PPTP - termasuk otentikasi berbasis sertifikat dan integritas data serta kerahasiaan data. Klien L2TP dibangun ke dalam Microsoft Windows 2000, XP dan Server 2003 sistem operasi. Perangkat lunak klien dapat didownload gratis dan diinstal pada Windows 98, Me dan NT 4.0 komputer. Software seperti OpenL2TP dapat digunakan untuk klien Linux. Macintosh OS X 10.3 (Panther) meliputi L2TP/IPSec klien VPN. L2TP juga didukung oleh Check Point, Cisco PIX dan firewall WatchGuard / terpadu VPN produk dan Microsoft ISA Server, sehingga mudah untuk membuat situs-untuk VPN-situs.
IPSec
Selain melakukan enkripsi untuk koneksi L2TP, IPSec dapat digunakan dalam mode tunnel untuk menciptakan koneksi. IPSec VPN secara luas didukung oleh firewall / VPN terintegrasi peralatan. Ini adalah satu-satunya protokol tunneling didukung oleh semua vendor firewall utama (Microsoft ISA Server, Check Point, Cisco PIX, Netscreen, SonicWall, WatchGuard dan Symantec). Hal ini membuatnya sangat scalable untuk VPN situs-to-site.
SSL
Protokol VPN yang paling scalable semua dapat menjadi satu yang tidak, tegasnya, solusi VPN penuh. Itu SSL, yang disebut "clientless" solusi yang benar-benar menggunakan browser Web sebagai klien dan merupakan solusi yang sangat baik jika pengguna hanya membutuhkan akses ke server Web-enabled. Karena hampir setiap komputer memiliki Web browser yang mendukung SSL, Anda dapat memberikan akses sebagai klien yang Anda butuhkan, menggunakan sistem operasi apapun, tanpa biaya atau kesulitan menginstal perangkat lunak klien.
VPN Server Software vs Appliance
Windows 2000 Server dan Windows Server 2003 telah dibangun di fungsi server VPN. firewall Software seperti Microsoft ISA Server, Check Point dan Symantec Enterprise Firewall juga termasuk dibangun pada fungsionalitas VPN gateway. Atau, Anda dapat membeli alat khusus atau konsentrator VPN VPN seperti dari Cisco, Shiva, Citrix, AEP Networks, Evidian (TrustWay). Kebanyakan firewall peralatan, seperti dari Cisco, SonicWall, WatchGuard, Netscreen, Nokia (berdasarkan Check Point) dan lain menyediakan beberapa jenis fungsi gateway VPN.
Yang merupakan solusi yang lebih terukur? Sedangkan peralatan turn-key mungkin lebih mudah untuk mengatur dan menyebarkan, mereka juga sering kali lebih terbatas dalam jumlah koneksi mereka mendukung, dan lebih sulit untuk meng-upgrade hardware untuk mengakomodasi lebih banyak pengguna.
Dengan server VPN berjalan pada jaringan OS reguler di kotak server standar, Anda dapat dengan mudah menambah RAM, upgrade prosesor, upgrade kartu antarmuka jaringan, dan sebaliknya meningkatkan kemampuan perangkat keras tanpa membeli kotak baru.
Di sisi lain, seperti yang Anda skala atas, Anda juga mungkin ingin mempertimbangkan skala keluar, mendistribusikan Anda layanan VPN di beberapa server atau peralatan. Pengguna dapat terhubung ke server yang spesifik berdasarkan lokasi geografis atau kebutuhan akses. Ini memberikan toleransi kesalahan dan failover jika salah satu kotak VPN down; pengguna ditugaskan untuk kotak yang hanya dapat terhubung ke lain. Bahkan, Anda dapat mengatur infrastruktur sehingga hal ini terjadi secara otomatis, jika sambungan ke koneksi VPN primer gagal, klien secara otomatis terhubung ke sebuah kotak VPN alternatif. solusi pihak ketiga yang tersedia yang membuat proses ini benar-benar transparan, sehingga pengguna tidak pernah melihat melepas / kembali.
Menilai kebutuhan Anda
Pilihan terbaik untuk solusi VPN akan tergantung pada model bisnis Anda dan bagaimana Anda mengharapkan perusahaan untuk berkembang di masa depan. Jika Anda mengantisipasi fasilitas perusahaan besar terletak di salah satu atau beberapa wilayah geografis, Anda akan ingin pergi dengan solusi high-end yang dapat mendukung throughput cepat dan sejumlah besar pengguna, dan Anda akan ingin mereka dengan mudah diintegrasikan dengan firewall anda, server otentikasi, router, dan komponen lainnya. Jika bisnis Anda akan mengikuti jalur yang lebih terdistribusi, dengan kantor cabang banyak, Anda akan perlu beberapa kotak VPN, tetapi mereka akan harus kompatibel satu sama lain untuk diterapkan untuk situs-situs dan Anda juga akan ingin mempertahankan terpusat manajemen. Jika Anda mengantisipasi telecommuters banyak dan pengguna bepergian (akses jarak jauh), Anda akan ingin klien dan upgrade kompatibilitas dengan meningkatnya jumlah pengguna akses remote.
Seperti biasa, langkah pertama dalam memastikan bahwa skala VPN solusi Anda dengan bisnis Anda adalah perencanaan, dan dengan mempertimbangkan struktur bisnis yang diantisipasi dan kebutuhan Anda serta mereka Anda menangani sekarang.
Langganan:
Postingan (Atom)